Website Screenshots

newsFlash

Profile Facebook Twitter My Space Friendfeed You Tube
Kompas Tempo Detiknews
Google Yahoo MSN
Blue Sky Simple News Simple News R.1 Simple News R.2 Simple News R.3 Simple News R.4

Thursday, September 24, 2009 | 4:53 PM | 0 Comments

Edward the Scissorhands


Edward the Scissorhands

Suatu hari seorang cucu bertanya pada neneknya, ketika sang nenek membacakan dongeng. Darimana asal salju itu nek? Nenek tak segera menjawab, namun ia terus didesak untuk bercerita. Semua berawal dari seorang penjual kosmetik dari rumah ke rumah bernama Peg Boggs, ia merasa masih ada rumah yang belum ia kunjungi untuk menawarkan produk-produk tersebut. Rumah itu sedikit terpisah dari rumah lain dan terlihat seperti kastil berhantu kebanyakan. Namun Peg terkejut seketika melihat taman di dalamnya tersusun rapi begitu indah hingga ia tak percaya kalau tidak melihatnya sendiri. Beberapa kali ia ketuk pintu, mencoba mendengar adakah seseorang melangkah untuk membukakan pintu tapi hal itu tak pernah terjadi. Jika saja Peg tak mengagumi taman itu pasti ia akan beranggapan bahwa rumah besar ini sepertinya kosong, dengan memberanikan diri ia mengendap masuk menyusuri seisi rumah berharap bertemu sang penghuni. Akhirnya ia tiba di loteng, saat itu Peg merasa seseorang sedang memperhatikan di dalam kegelapan ruangan. Peg berusaha membujuk agar sosok misterius itu keluar dari persembunyian. Namun betapa terkejutnya Peg melihat lengan seseorang yang tadi mengamati tersusun dari beberapa gunting, seolah semua berfungsi sebagai jari. Ia adalah seorang pria, Peg mengernyitkan dahi melihat wajah itu penuh luka. “Siapa namamu?” Peg bertanya, “Edward” sahut pria itu. Merasa simpatik terhadap keadaan yang dialami Edward, Peg membujuknya agar mau ikut pulang demi mengobati luka-luka di wajah Edward. Untunglah Edward tak menolak, meski ada sedikit keraguan di wajahnya. Rumah Peg Boggs cukup dekat dari sana, dari tempat ia menawarkan produk-produk kecantikan. Tempat dimana di pagi hari seluruh ayah bekerja demi keluarga, hingga meninggalkan istri mereka kesepian di rumah. Maka kedatangan Edward tak dapat dielakkan dari kehebohan yang akan terjadi di daerah itu karena para tetangga sudah mengetahui bahwa tamu rahasia Peg adalah seorang pria. Peg beruntung kala itu dengan seluruh keluarga yang sedang berkumpul lengkap di rumah, yaitu suami dan kedua anaknya bernama Kim dan Kevin siap mengadakan pesta perkenalan Edward.
Sebuah kejutan ternyata masyarakat justru menerima Keadaan Edward yang “belum selesai” dengan sangat baik. Ia diundang ke tiap rumah, meski hampir semua yang Edward lakukan seperti halnya seorang pembantu. Ternyata ia memang benar-benar dimanfaatkan, sampai suatu ketika kekasih Kim, Jimmy ingin Edward mencuri sesuatu dari sebuah rumah dengan berbagai alasan (yang ternyata adalah rumah orang tuanya sendiri). Edward sendiri bukan tidak tahu jika rumah itu milik Jim, tapi karena Kim yang meminta, dan karena Edward jatuh cinta pada Kim sejak pertama kali ia melihat foto gadis cantik itu. Aksi perampokan sendiri gagal, Edward terkurung dalam ruangan tempat seharusnya ia beraksi untuk mengambil kunci mobil. Beruntung Ayah Jim memaklumi keadaannya, dan membebaskan Edward dari tiap tuduhan. Sejak peristiwa itu, para tetangga justru berbalik memusuhi Edward dengan mengkambinghitamkan setiap kejadian buruk yang terjadi pada mereka. Sejak saat itu pula ekspresi kemarahan Edward the Scissorhands mulai terekam. Ia ingin kembali ke dalam kastilnya yang sepi, namun ia tak bisa meninggalkan Kim, itu terlalu berat untuk Edward.
Film ini merupakan perpaduan yang sangat baik antara drama romantis, horror dan tentunya kritik social tentang hubungan masyarakat yang tidak jauh dari kehidupan nyata.
Unforgettable moments:
saat Edward berkata “karena kau yang menyuruh”. Dan ketika Edward membuat patung salju raksasa yang membuat debu es seolah salju sedang turun.
Semoga sebagian besar pembaca berpendapat sama dengan kami bahwa film ini lebih romantis dari Twillight.

Cast:
Johnny Depp
Winona Ryder
Dianne Wiest
Anthony Michael Hall
Kathy Baker
Alan Arkin
Vincent Price

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by Herdiansyah Hamzah | Published by Jurnalborneo.com
Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.